Detik-detik Rasulullah SAW menjelang Sakaratul maut
8 comments Published by ekSinads on Sunday, December 17, 2006 at 10:03 PMPagi itu, Rasulullah dengan suara terbata-bata memberikan petuah:
“Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan Cinta Kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah hanya kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, Sunnah dan Al-Qur’an. Barang siapa yang mencintai Sunnahku berarti mencintai aku, dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku,”
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Ustman menghela nafas panjang dan Ali menundukan kepalanya dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba “Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seseorang yang berseru mengucapkan salam.
“Assalaamu’alaikum….Bolehkah saya masuk ?” tanyanya.
Tapi Fatimah tidak mengijinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Fatimah.
“Siapakah itu wahai anakku?”
“Tak tahulah aku ayah, sepertinya baru sekali ini aku melihatnya” tutur Fatimah lembut. Lalu Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. dialah Malaikat Maut,” kata Rasulullah.
Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat Maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit untuk menyambut ruh kekasih Allah dan Penghulu dunia ini.
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah dibuka, para malaikat telah menanti Ruhmu, semua pintu Surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril. Tapi itu semua ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini, Ya Rasulullah?” tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
“Jangan Khawatir, wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:
‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya’” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan Ruh Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit Sakaratul Maut ini.” Lirih Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
“Jijikkah engkau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu wahai Jibril?” Tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direngut ajal,” kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik karena sakit yang tak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku”.
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.
“Peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah diantaramu,”
Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“umatku, umatku, umatku”
dan….PUPUSLAH KEMBANG HIDUP MANUSIA MULIA ITU………
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya ?
Labels: islamic story, true story
Pepaya dan Melon Paling Nikmat
0 comments Published by ekSinads on Thursday, December 14, 2006 at 3:35 AMEntah kenapa hari itu sang anak merasakan lapar yang jarang ia rasakan selama menjalankan ibadah puasa, mungkin dikarenakan sahurnya yang sedikit atau dikarenakan sebab yang lain. Disaat mengikuti seminar tersebut sang anak pun berusaha menahan laparnya.Waktu berlalu hingga akhirnya hari beranjak senja, "sebentar lagi akan magrib" begitu fikirnya. Kebetulan didekatnya sudah terdapat nasi kotak yang akan dibagikan untuk buka puasa bersama. Dikarenakan oleh rasa lapar dan hawa nafsunya, ia pun sudah menyisihkan 1 kota untuk dirinya. karena tempat untuk wanita dan pria terpisah, ayah dan sang anak duduk berdampingan, dan sang ibu berada di tempat wanita.
singkat kata, adzan magrib sudah berkumandang, setelah membatalkan puasa dengan semangkuk kolak pisang dan segelas air putih, dilaksanakanlah sholat magrib berjamaah yang dilanjutkan dengan buka puasa bersama. Sang anak dengan sigap meraih nasi kotak yang telah disisihkannya.Ketika melihat sang ayah, beliau telah memperoleh nasi kotaknya sendiri, tetapi ketika sang anak melihat sang ibu, sang ibu terlihat tampak kebingungan untuk mencari sekotak nasi untuknya, dikarenakan banyaknya orang yang mengantri untuk mengambil sekotak nasi. Sang anak seketika itu pula teringat akan materi seminar yang baru saja ia ikuti "Allah SWT berfirman dalam hadist qudsi yang berbunyi "Wahai Musa, apabila ada hamba-KU yang berbuat baik kepada kedua orangtuanya sedangkan ia durhaka kepada-KU, makan aku akan tetap memasukkannya kedalam golongan orang-orang yang baik, tetapi apabila ada hamba-KU yang berbuat baik kepada KU tetapi durhaka kepada kedua orang tuanya, maka sesungguhnya ia termasuk golongan orang-orang yang durhaka".
Teringat akan hal itu, dan dengan rasa cinta yang besar terhadap kedua orang tuanya terutama ibunya, sang anak bergegas menghampiri ibunya mengalahkan nafsunya untuk memberikan nasi kotak yang sudah ada ditangannya. Disaat sang ibu menerima sekotak nasi dari anaknya, terlihat kedua mata sang ibu ibu berkaca-kaca dikarenakan sang ibu merasakan cinta anaknya terhadap dirinya. Sang anak berkata "bu, ini nasi kotak untukmu", sang ibu menjawab "apakah ayahmu sudah makan wahai anakku?", sang anak menjawab "sudah ibu", kemudian sang ibu bertanya kembali "apakah engkau sudah makan wahai anakku?", sang anak dengan wajah tersenyum menjawab "sudah ibu", walaupun sang anak tau bahwa tidak ada lagi nasi kotak yang tersisa, yang tersisa hanya sisa-sisa potongan pepaya dan melon.
Melihat kedua orang tuanya sedang menikmati makananya, dan melihat orang-orang disekelilingnya sedang menikmati makanannya, sang anak mengambil 2 buah pepaya potong dan 2 buah melon potong, dan sambil tersenyum sang anak berdoa "Yaa Alloh, maafkanlah hamba, maafkanlah kedua orang tua hamba, sayangilah keduanya, seperti mereka menyayangiku sejak kecil" Hasbunalloh wani'mal wakiil, pada saat itulah sang anak merasakan pepaya dan melon paling nikmat dalam hidupnya
(based on true story)
ps: maaf yah kalo cara bercerita mini amburadul :) mudah2an bisa menambah rasa sayang kita terhadap kedua orangtua kita, amin
Source : minimanimu
Labels: islamic story, true story
Berapa Lama Kita Dikubur?
1 comments Published by minimanimu on Wednesday, December 13, 2006 at 3:03 AMIa mendengarkan ayahnya berdo'a untuk neneknya..."Ayah, nenek waktu meninggal umur 50 tahun ya yah?" Ayahnya mengangguk sembari tersenyum sembari memandang pusara Ibu-nya. "Hmm, berarti neneksudah meninggal 36 tahun ya yah..." kata Yani berlagak sambil matanya menerawang dan jarinya berhitung. "Ya, nenekmu sudah di dalam kubur 36 tahun ... " Yani memutar kepalanya, memandang sekeliling, banyak kuburan di sana. Di samping kuburan neneknya ada kuburan tua berlumut "Muhammad Zaini : 19-02-1882 : 30-01-1910" "Hmm.. kalau yang itu sudah meninggal 91 tahun yang lalu ya yah" jarinya menunjuk nisan disamping kubur neneknya. Sekali lagi ayahnya mengangguk. Tangannya terangkat mengelus kepala anak satu-satunya. "Memangnya kenapa ndhuk ?" kata sang ayah menatap teduh mata anaknya.
"Hmmm, ayah khan semalam bilang, bahwa kalau kita mati, lalu di kubur dan kita banyak dosanya, kita akan disiksa di neraka " kata Yani sambil meminta persetujuan ayahnya. "Iya kan yah?" Ayahnya tersenyum, "Lalu?" "Iya .. kalau nenek banyak dosanya, berarti nenek sudah disiksa 36 tahun dong yah di kubur? Kalau nenek banyak pahalanya, berarti sudah 36 tahun nenek senang di kubur .... ya nggak yah?" Mata Yani berbinar karena bisa menjelaskan kepada ayahnya pendapatnya. Ayahnya tersenyum, namun sekilas tampak keningnya berkerut, tampaknya cemas ..... "Iya nak, kamu pintar," kata ayahnya pendek.
Labels: islamic story
Semakin Banyak Memberi Semakin Banyak Menerima
5 comments Published by ekSinads on Tuesday, December 12, 2006 at 3:31 AM"Namaku Linda & aku memiliki sebuah kisah cinta yang memberiku sebuah pelajaran tentangnya. Ini bukanlah sebuah kisah cinta hebat & mengagumkan penuh gairah seperti dalam novel-novel roman, walau begitu menurutku ini adalah kisah yang jauh lebih mengagumkan dari itu semua.
Ini adalah kisah cinta ayahku, Mohammed Huda alhabsyi & ibuku, Yasmine Ghauri. Mereka bertemu disebuah acara resepsi pernikahan & kata ayahku ia jatuh cinta pada pandangan pertama ketika ibuku masuk kedalam ruangan & saat itu ia tahu, inilah wanita yang akan menikah dengannya. Itu menjadi kenyataan & kini mereka telah menikah selama 40 tahun & memiliki tiga orang anak, aku anak tertua, telah menikah & memberikan mereka dua orang cucu.
Mereka bahagia & selama bertahun-tahun telah menjadi orang tua yang sangat baik bagi kami, mereka membimbing kami, anak-anaknya dengan penuh cinta kasih & kebijaksanaan.
Aku teringat suatu hari ketika aku masih berusia belasan tahun. Saat itu beberapa ibu-ibu tetangga kami mengajak ibuku pergi kepembukaan pasar murah yang mengobral alat-alat kebutuhan rumah tangga. Mereka mengatakan saat pembukaan adalah saat terbaik untuk berbelanja barang obral karena saat itu saat termurah dengan kualitas barang-barang terbaik.
Tapi ibuku menolaknya karena ayahku sebentar lagi pulang dari kantor. Kata ibuku,"Mama tak akan pernah meninggalkan papa sendirian".
Hal itu yang selalu dicamkan oleh ibuku kepadaku. Apapun yang terjadi, sebagai seorang wanita aku harus patuh pada suamiku & selalu menemaninya dalam keadaan apapun, baik miskin, kaya, sehat maupun sakit. Seorang wanita harus bisa menjadi teman hidup suaminya. Banyak orang tertawa mendengar hal itu menurut mereka, itu hanya janji pernikahan, omong kosong belaka. Tapi aku tak pernah memperdulikan mereka, aku percaya nasihat ibuku.
Sampai suatu hari, bertahun-tahun kemudian, kami mengalami duka, setelah ulang tahun ibuku yang ke-59, ibuku terjatuh di kamar mandi & menjadi lumpuh. Dokter mengatakan kalau saraf tulang belakang ibuku tidak berfungsi lagi, & dia harus menghabiskan sisa hidupnya di tempat tidur.
Ayahku, seorang pria yang masih sehat diusianya yang lebih tua, tapi ia tetap merawat ibuku, menyuapinya, bercerita banyak hal padanya, mengatakan padanya kalau ia mencintainya. Ayahku tak pernah meninggalkannya, selama bertahun-tahun, hampir setiap hari ayahku selalu menemaninya, ia masih suka bercanda-canda dengan ibuku. Ayahku pernah mencatkan kuku tangan ibuku, & ketika ibuku bertanya ,"untuk apa kau lakukan itu? Aku sudah sangat tua & jelek sekali".
Ayahku menjawab, "aku ingin kau tetap merasa cantik". Begitulah pekerjaan ayahku sehari-hari, ia merawat ibuku dengan penuh kelembutan & kasih sayang, para kenalan yang mengenalnya sangat hormat dengannya. Mereka sangat kagum dengan kasih sayang ayahku pada ibuku yang tak pernah pudar.
Suatu hari ibu berkata padaku sambil tersenyum,"...kau tahu, Linda. Ayahmu tak akan pernah meninggalkan aku...kau tahu kenapa?" Aku menggeleng & ibuku melanjutkan, "karena aku tak pernah meninggalkannya..."
Itulah kisah cinta ayahku, Mohammed Huda Alhabsyi & ibuku, Yasmine Ghauri, mereka memberikan kami anak-anaknya pelajaran tentang tanggung jawab, kesetiaan, rasa hormat, saling menghargai, kebersamaan, & cinta kasih. Bukan dengan kata-kata, tapi mereka memberikan contoh dari kehidupannya.
Source: email
Labels: love
Sebuah bis datang, dan kau bilang, "Wah...terlalu sumpek dan panas, nggak bisa duduk nyaman nih! aku tunggu bis berikutnya saja"
Source: email
Labels: love
Kenapa Kumpulan Cerita Bagus? Karena gue banyak baca cerita-cerita bagus nan menyentuh di Internet, melalui milis, email, forum, dll yang kadang bisa diambil pelajaran daripadanya *apa seeeh*. Lalu gue berpikir, kenapa gak dikumpulin jadi satu aja? Jadi kapanpun gue mau baca lagi, gue bisa menemukannya... :D
Oke dech... That's all... Btw, pronounciation "Bagus" nya harus "Bagooooss" kaya iklan Simpati yak ;) Huheuehuhe